Sekilas aku membaca di majalah anak soleh, majalah mingguan kepunyaan anakku, tentang buku yang berjudul Ibuku diterbitkan PKPU. Isinya berupa tulisan beberapa anak mungkin sekitar kelas 4-6 SD yang diminta  bercerita tentang ibunya. Aku belum tahu dan baca isi buku itu. Aku juga ingin becerita tentang mamaku ibuku yang melahirkan aku sesuai dengan ingatanku dimasa kanak-kanak hingga aku dewasa dan menikah juga punya anak-anak akhirnya.
Well…lets begin..

Mamaku namanya Murwati. Mata sipit, hidung biasa, ga pesek juga ga mancung tapi cenderung masuk ke dalam alias pesek hehe..tapi proporsional kok bibir tipis mungil, secara keseluruhan cantik, kecina2an, meimei..karena ada keturunan dari mbah kakung cina2nya, kulit putih..badan langsing. Ingatan tentang mamaku yang langsing secara utuh tidak, aku tau mamaku langsing, cantik dari foto-fotonya saat aku berusia sekitar 4-5 tahunan.  Dan mama masih punya bentuk dan berat badan ideal itu sampai aku rasa umur 40 tahunan, setelah itu mama tumbuh subur, entah karena memang jarang olahraga, banyak makan atau karena pikiran senang sehingga berat badan pun senang untuk bertambah.

Oya, dari cerita yang kudengar, mama menikah umur 18 tahun dan sudah melahirkan aku waktu beliau berumur 19 tahun. Wah ga terbayang masih kecil harusnya masih seneng2nya main dengan teman sekolah tapi sudah repot dengan mengurus anak. Dari situlah aku tahu setelah  dewasa, apa yang menyebabkan mamaku akhirnya sakit dan meninggal karena sakitnya. I am sad very very sad and feel guilty.

Suatu hari aku ingat. Siang sehabis pulang sekolah. Aku sekolah di SD swasta dimana di sekolah itu  yang diprioritaskan hanya untuk anak2 pegawai saja, untungnya bapakku pegawai perusahaan itu walaupun masih golongan rendah. Karena masih SD pulang cepat, waktu siang biasanya aku dan teman2ku lanjut belajar ngaji di madrasah. Aku paling suka pelajaran nasyid, soalnya aku merasa suaraku merdu waktu itu hahaha..oya ngelantur lanjut yang tadi, setelah pulang sekolah, makan, harusnya siap2 berangkat ngaji, berangkatnya tetap berangkat dari rumah, tapi tujuannya lain. Aku dan teman2ku berencana main masak2an tapi ini masak beneran, pake api beneran, aku bawa beras dan piring, temenku yang lain bawa sayur, kuali dan lain2, aku ga ingetlah. Yang jelas aku main masak2an di belakang rumah temanku juga, asyik bener rasanya makan hasil masakan sendiri entah itu enak apa ga rasanya aku pun tak ingat pula. Jadi ceritanya aku ga ngaji hari itu. Setelah puas, jam nya pulang ngaji,aku juga pulang diam2 sambil bawa mangkuk kotor, lalu diam2 kucuci sendiri mangkok itu, eh ga taunya mama rupanya tahu kalau aku ga ngaji hari itu malah main masak2an..hahaha kena marahlah aku, tapi seingatku ga sampai dipukul  atau dicubit hanya diomelin aja itupun sudah membuat aku takut setengah mati dan ga berani untuk mengulangnya lagi. Hihihi setelah aku punya anak beda banget dengan anak2 sekarang yang lebih berani dibanding dengan aku dulu.

Kenangan yang tak mungkin kulupa yaitu saat mama dan bapak ribut berantem sampai  pernah bapak mengejar mama. Ngapain malam-malam, main kejar-kejaran. Pikiran kecilku terpana melihat semua adegan itu. Aku sungguh tidak tahu kenapa bisa dua orang dewasa itu berantem berteriak ada masalah apa dengan mereka sehingga mereka bisa ribut besar di depan kami anak2nya. Setelah dewasa dan menikah, baru bisa memahami semuanya dan aku sendiri ternyata menirunya secara sadar ataupun tidak melakukannya didepan anak2ku. Sungguh suatu kesalahan terbesar yang kulakukan.

Semasa kecil, aku juga ingat setahun sekali, kami sekeluarga berkunjung ke Yogya tempat mbah yogya tempat kelahiran bapak. Lainwaktu aku akan bercerita tentang Yogyakarta, yang bagi sebagian besar orang membuat kangen alias ngangeni dengan pesona khasnya. Balik lagi ke cerita kunjungan ke Yogya yang setahun sekali itu, waktu itu aku masih berdua adikku yg nomer dua, kami memang hampir dibilang sebaya karena hanya berselisih satu tahun, badan adikku lebih tinggi dan besar dibanding aku karena memang biasa anak pertama yang kena sundul secara penampakan dan gizi kalah sama yang nyundul hehe..tak apa-apalah, hikmahnya aku tetap kelihatan mungil kok sampai sekarang. Adik2ku yang lain belum lahir. Inget pengalaman naik pesawat kecil perusahaan, inget disambut mbah di gendong2, inget jalan ke keraton yogya, inget balik lagi ke lirik. 

Hingga pada suatu hari, tiba masanya aku SMP kelas 2, bapak berencana akan memindahkan aku sekolah di Yogya saat aku kelas  3 SMP. Aku yang waktu itu ga ngerti apa2, iya2 aja alias manut2 wae ngikut apa kata bapak. Disuruh  pindah ya pindah. Aku ga punya gambaran apa2 waktu itu saat disuruh bapak pindah ke yogya. Nurut saja. Kata bapak biar nanti nyari SMA di yogya nya gampang karena pakai system rayon.

Seingetku aku malah seneng banget pindah ke yogya. Pindah berarti aku lepas dari omelan mamaku yang kurasa hampir tiada hari tanpa marah ngomel, aku sudah ga betah dengernya. Jadi horeee aku bebas juga akhirnya. Hari terakhir aku akan berangkat, siang aku sempat memandang keluar melalui jendela kamarku, akankah sama hari ini dengan hari saat aku nanti kembali ke sini. Masih terbayang jelas, aku duduk diatas kasurku yang dekat dengan jendela kamarku. Ternyata benar semua berubah saat aku kembali.

Saat aku SMA, terdengar kabar mamaku sakit. Agak ga jelas apakah tumor ataukah kanker. Mama masih muda waktu itu. Mendengar vonis dokter untuk mengangkat salahsatu payudaranya mama langsung shock dan sakit. Jiwanya terguncang. Sejak hari itulah, awal mula penderitaan mama yang berujung kepada kembalinya Mama kepada Alloh juga puncak dari segala emosi yang terpendam dari mama lahir hingga dewasa.


Setelah Mama tiada, barulah semua yang pernah Mama keluhkan tentang penyakitnya, tentang bapak, tentang aku,semua terasa benar sehingga secara sadar penyesalan itu datangnya terlambat. Yang tersisa rasa marah pada diri sendiri dan menyesal juga merasa bersalah, kenapa dulu waktu Mama masih ada, tidak mendengar apa kata Mama. Tersisa juga rasa marah dan sebal dengan bapak, orang yang seharusnya memberi support lebih kepada mama saat mama sakit. Bertambah benci dan sebal rasanya setahun setelah mama pergi, bapak menikah lagi. Aku tahu aku tidak boleh egois melarang bapak menikah lagi. Misal bukan mama dulu yang pergi, apakah mama akan memutuskan  menikah lagi secepat itu. Sebagai anak, aku kini merasa yatim piatu, tidak punya orangtua lagi. Sejak bapak menikah terasa makin jauh dan aku semakin tidak mengenal bapak.

Mungkin itulah takdir. Musibah bersabarlah..Jika senang, bersyukurlah, dan jangan berlebihan. Cukup itu saja RESEP HIDUP BAHAGIA, AMAN SENTOSA..:)

aku kini bahagia dengan kehidupanku sendiri..bahkan dalam kondisi apapun..bersama Allah aku bahagia..

Bunda..ada dan tiada dirimu kan selalu ada didalam hatiku...Mama I love u..


Popular posts from this blog

Diam Diam Peduli

Selamat Hari Guru...surat cinta buat bapak dan ibu guru..

Pelampiasan