Maafkan aku

Maafkan aku..yang mendiamkanmu berhari-hari
Aku telah memaafkanmu tapi tidak melupakan yang pernah kurasakan dan kualami.
Terlalu mudah rasanya ucapan maaf itu kudengar. Bagiku ucapan itu tidak penting. Toh aku sudah telanjur terluka dan kecewa, dan itu tidak bisa hilang dengan hanya kata MAAF. Butuh lebih dari sekedar permintaan maaf, butuh sikap dewasa dan perubahan. Sepanjang itu tidak ada perubahan, bagiku maaf adalah suatu kata yang basabasi ga berarti. Maaf lalu terulang lagi…

Jika suatu hari nanti aku meninggal untuk selamanya, biarlah kenangan yang buruk saja yang ada dalam ingatanmu supaya tidak ada rasa sedih atas kepergianku..ah tentu saja engkau tidak sedih kutinggalkan selamanya, mungkin kau berharap aku secepatnya pergi selama-lamanya sehingga lepas lah bebanmu karena bertahan menikah dengan orang yang tidak bisa membuatmu lega, bahagia dan nyaman. Dan tentu saja kau bisa menikah lagi setelah aku pergi selamanya tanpa perasaan bersalah dan malu karena perpisahan ini disebabkan oleh kematian bukan oleh perceraian.

Jauh kembali ke belakang jaman kuliah sekitar 16 tahun lalu, saat menunggu waktu jam kuliah berikutnya teman sebelahku bertanya padaku. Apa rencanaku ke depan, kapan aku menikah?aku kaget2 mendengar pertanyaannya. Waktu itu aku masih tingkat 2, belum terpikir sama sekali tentang nikah. Pacaran juga tidak. No man in my life at that time. Pikiranku hanya lulus, lanjut sekolah, kerja karier. Nikah??? Masuk dalam kamus prioritas tidak sedikitpun…J setelah kujawab temanku sebangku tidak bertanya2 lagi tentang menikah. Setelahnya aku baru tahu mungkin saat itu dia ingin menjodohkan aku dengan seseorang. Memang waktu itu masanya taaruf, menikah tanpa pacaran. Aku memang sudah berhijab lebar, tapi bagiku hal itu tidaklah menarik. Aku tidak ingin dijodohkan karena aku bisa mencari sendiri jodohku.

Waktu berlalu, jalan hidup hanyalah sekedar rencana, tetap saja realisasinya Allah yang menentukan. Allah mentakdirkan aku menikah setahun setelah aku lulus kuliah D3 saat umurku 22 tahun.  Terlalu cepat memang, aku juga tidak tahu kenapa aku setuju menikah saat itu. Apakah karena aku sudah menemukan tambatan hatiku. Terusterang aku tidak tahu kenapa aku mau menikah. Terlalu berliku2, pikiranku hanya sederhana saja, ada laki2 yang serius mengajak nikah dibanding laki2 lain yang hanya berani kirim surat, puisi ga jelas arahnya kemana J cinta aku tidak tahu..

Aku menikah, tinggal di Aceh ikut dengannya, punya anak pertama perempuan cantik..lalu kembali ke Jakarta, lanjut kuliah, punya anak kedua laki2 ganteng..lalu kerja punya anak ketiga perempuan cantik.
Dalam masa-masa itu begitu banyak kejadian yang membuat sebagian kepribadianku berubah. Entahlah kenapa, bisa jadi karena sebagai bentuk protesku atas ketidakadilan dan kenyamanan yang tidak kudapatkan, akhirnya aku sanggup juga melakukan hal2 yang ekstrem yang tidak pernah terduga dan terpikirkan sama sekali.

Ah ternyata berumahtangga itu sangat sangat butuh modal kesabaran tingkat tinggi dan kedewasaan tingkat malaikat untuk bisa berlayar hingga tujuan dengan selamat. Tidak hanya modal cinta, nekat atau apalah. Butuh kedewasaan dan kesabaran sekali lagi. Dan itu tidak mudah. Saat benci, kecewa, sedih melanda, saat goyah, saat bosan, saat marah silih berganti menghampiri saat itu dewasa dan sabar diperlukan.  Baru aku tahu makna, menikah itu ibadah, menikah itu menggenapkan separuh agama. Kalau aku tahu menikah itu berat, mungkin aku tidak akan memilih menikah waktu itu bahkan lebihbaik aku sendiri sampai aku mati tanpa perlu menikah jika hanya membuatku kecewa dan tidak bahagia.

Tapi disitulah ibadah. Aku tidak menyesal, apa pun yang sudah terjadi, kecewa iya, ikhlaskan, dan pasrahkan kepada Allah yang Maha TAhu apa yang terbaik buat hambaNya. Semoga Allah membalas apapun itu dengan seadil-adilnya di hari pembalasannya nanti. Didunia ini entahlah aku tak peduli. Aku yakin Allah Maha Adil..Allah Maha Besar..Segala sesuatu pasti ada balasannya..pasti..mungkin tidak didunia tapi siapa yang bisa menghindar dari pembalasan di hari akhir nanti..

Aku bahagia bahagia dengan kelima anak-anakku, dua simpanan di hari akhir nanti, dan 3 yang dititipkan di dunia ini, akan aku jaga sepenuh hati segenap jiwa. Akan kudidik anak laki2ku menjadi anak yang mandiri, tangguh, bertanggungjawab, berjiwa lembut dan penuh kasih, bermanfaat untuk orang banyak, mempunyai rezeki yang baik dan bagus juga akan kudidik anak perempuanku menjadi perempuan mandiri, menjaga diri, tegar, dan pantang menyerah, pintar cari uang, cerdas, solehah. Kabulkan ya Allah yang Maha Berkehendak Yang Maha Berkuasa atas bumi langit dan isinya. Aamiin..

Kamis, 9 pagi kurang 15 menit….coretan kenangan saat aku tua dan tidak ada lagi di muka bumi ini..



Popular posts from this blog

Diam Diam Peduli

Selamat Hari Guru...surat cinta buat bapak dan ibu guru..

Pelampiasan